WANITA YANG SEBAIKNYA DI NIKAHI

Oleh : Abu Ibrahim ‘Abdullah bin Mudakir al-Jakarty

Selektif dalam memilih pendamping hidup adalah perkara yang sangat penting, karena hal ini menyangkut sebab bahagia dan tidaknya seseorang dalam rumah tangganya, bahkan bagi dunia dan akhiratnya. Setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika seseorang hendak menikahi seorang wanita, di antaranya :
1.Memilih wanita yang baik agama dan akhlaknya.

Kriteria memilih seorang wanita yang baik agama dan akhlaknya adalah sebuah kriteria yang sangat penting ketika seseorang hendak menikahi seorang wanita. Tentang hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها, فاظفر بذات الدّين تربت يداك

“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan karena agamanya dan pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR. Bukhari dari shahabat Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu)

Jika seseorang hendak menikahi seorang wanita maka pilihlah seorang wanita yang shalihah lagi baik akhlaknya, insya Allah dia akan bahagia. Yaitu seorang wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hanya beribadah kepada Allah semata dan tidak berbuat syirik (menyekutukan) kepada-Nya. Melaksanakan shalat lima waktu, shaum (puasa) pada bulan Ramadhan, memakai hijab syar’i, berbakti kepada orang tua, rajin menuntut ilmu dien (agama) dan wanita yang melakukan berbagai ketaatan lainnya. Seorang wanita yang memiliki rasa malu, penyabar, jujur, lembut dalam bertutur kata dan dari sifat-sifat mulia yang lainnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ” Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim dari Abdullah Bin ‘Amr)
2.Memilih wanita yang cantik yang secara wajah dan fisik engkau menyukainya.

Tentu hal ini tanpa sikap berlebih-lebihan dan juga bukan sikap meremehkan. Karena wanita yang yang cantik yang secara wajah dan fisik engkau menyukainya akan menumbuhkan rasa cinta yang menjadi sebab harmonisnya rumah tanggamu. Maka dari itu dalam syari’at kita dianjurkan untuk menazhar (melihat) calon pendamping hidup kita. Kalau sesuai dengan kita maka kita melamarnya kalau tidak sesuai tidak mengapa untuk tidak melanjutkan pada proses selanjutnya. Hal ini bertujuan agar terealisasi tujuan seseorang ketika menikah. Seperti terjaga kesucian suami dan tujuan yang lainnya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata : “Aku pernah bersama Nabi shallalllahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang laki-laki memberitahukan bahwa ia hendak menikah dengan seorang wanita dari kalangan Anshar. Kemudian Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam bertanya : “Apakah engkau telah melihatnya ?” Ia, berkata : “Belum.” Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Pergi dan lihatlah, karena di mata orang Anshar itu ada sesuatu.” (HR. Muslim)

Al Mughirah bin Syu’bah pernah meminang, maka Nabi shallalllahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya “ Lihatlah wanita tersebut (yang kau pinang –ed) sebab hal itu lebih dapat melanggengkan (cinta kasih) antara kalian berdua.” (HR. At-Tirmidzi, an-Nasa’i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
3.Memilih wanita al-Waduud (penyayang).

Di antara hal yang perlu diperhatikan ketika memilih pendamping hidup adalah memilih seorang wanita yang penyayang, karena kelak ia akan menjadi istrimu, akan menyayangimu ketika kamu dalam keadaan sehat atau dalam keadaan sakit. Ketika dalam keadaan lapang atau dalam keadaan sempit. Begitu juga akan menyayangi anak-anakmu kelak. Kalau engkau meremehkan hal ini, lalu memilih wanita yang sebaliknya yang kasar, judes lagi bengis maka kesengsaraan kelak yang engkau dapatkan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تزوّجوا الودود الولود, فإنّي مكاثر بكم

“Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian (sebagai umatku).” (HR. an-Nasa`i, Abu Dawud dan dishahihkan syaikh al-Albani )

Di antara cara untuk mengetahui seseorang termasuk penyayang atau tidak, yaitu dengan melihat bagaimana mu’amalah kesehariannya dengan anak-anak atau dengan orang yang lebih kecil darinya.
4.Memilih wanita Al-Waluud (dari keturunan yang banyak anak).

Di antara tujuan seseorang menikah adalah ingin memperoleh keturunan, jika seseorang tidak berusaha memilih calon istri yang subur maka kelak ia akan mengalami kehampaan dalam rumah tangganya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تزوّجوا الودود الولود, فإنّي مكاثر بكم

“Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian (sebagai umatku).” (HR. an-Nasa`i, Abu Dawud dan dishahihkan syaikh al-Albani )

Secara sebab cara mengetahui wanita itu subur atau tidak, bisa dengan melihat saudara-saudara perempuannya yang sudah menikah, apakah saudara-saudaranya termasuk wanita yang subur (banyak anaknya) atau tidak.
5.Mengutamakan wanita yang masih gadis.

Banyak keutamaan ketika seseorang menikahi wanita yang masih gadis, di antaranya :
◾Seorang gadis biasanya akan memberikan kecintaannya secara penuh kepada laki-laki yang pertama kali hadir di kehidupannya, tidak membanding-bandingkannya dengan laki-laki lain.
◾Bisa lebih banyak bercanda dan bermain-main denganmu.
◾Lebih segar (manis) mulutnya.
◾Secara sebab bisa lebih mempunyai peluang untuk banyak anak.
◾Dan lebih rela terhadap pemberian yang sedikit.

Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Jabir Radhiyallahu ‘anhu mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau bersabda :

تزوّجت؟

“Apakah kamu sudah menikah?”

Jabir menjawab :

نعم

“Iya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya :

بكرا أم ثيبا

“Dengan gadis atau janda?”

Maka ia menjawab:

ثيب

“Janda.”

Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أفلا جارية تلاعبها وتلاعبك

“Mengapa kamu tidak menikahi gadis, di mana engkau bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah hadits Rasullullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

عليكم بالأبكار, فإنّهنّ أعذب أفواها وأنتق أرحاما وأرضى باليسير

“Hendaklah kalian memilih gadis-gadis, karena mereka lebih segar (manis) mulutnya, lebih banyak anaknya, dan lebih rela dengan (pemberian) yang sedikit.” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan Syaikh al-Albani)

Hal ini bukan berarti tidak boleh menikahi janda. Berapa banyak orang yang menikah dengan janda dia mendapat kebahagian di dalam kehidupan rumah tangganya.
6.Memilih wanita dari keluarga yang baik-baik

Diantara perkara yang perlu diperhatikan ketika seseorang hendak memilih seorang wanita untuk menjadi pendamping hidupnya, maka pilihlah seorang wanita dari keluarga dan keturunan yang baik-baik.
7.Wanita yang rajin dan cekatan mengurusi perkerjaan rumah.

Perkara yang tidak bisa diremehkan ketika seseorang hendak mencari seorang istri adalah mencari seorang wanita yang rajin dan cekatan dalam mengurus rumah tangganya, karena kelak kalau sudah menikah inilah di antara tugas kesehariannya. Berbeda jika seseorang menikah dengan seorang wanita yang tidak pandai dan tidak terbiasa mengurus rumah, memasak dan mengerjakan pekerjaaan rumah lainnya. Hal ini sedikit banyak bisa mempengaruhi keharmonisan rumah tangganya kelak.

Wanita Yang Seharusnya Engkau Nikahi

_____________

KETIKA ISTRI MENOLAK AJAKAN SUAMI

Jangan tanya dampak jelek dari tidak maunya seorang istri ketika diajak suaminya untuk melakukan hubungan intim yang dialami oleh orang-orang awam, dari mulai sebab suaminya memilih untuk selingkuh, zina, sampai menggauli anak tirinya sendiri dan dampak buruk yang lainnya. –naudzubillah-. Bahkan sebagain dari orang yang mulai mengenal sunnah namun karena jauhnya dari ilmu yang terkait dengan kehidupan rumah tangga atau karena meremehkan masalah ini akhirnya berdampak jelek juga bagi mereka. Seorang ikhwan pernah mengadukan permasalahnnya yang terpancing emosi sehingga menjatuhkan talak karena kesal dengan istrinya akibat menolak diajak untuk melakukan hubungan suami istri dan dampak jelek serta buruk lainnya yang mereka alami. Seharusnya seorang istri sadar bahwasannya hal tersebut termasuk hak suami yang harus dia tunaikan bahkan diantara hak terbesar suami. Apa lagi sang suami menghadapi fitnah syahwat yang luar biasa dari para wanita yang bertebaran dimana-mana dengan membuka aurat, berpakaian tetapi telanjang dan dengan kegenitannya serta tanpa rasa malu berani mendekati laki-laki. Tidak ingatkah kalian wahai para istri tentang sebuah hadits semoga menjadi sebab engkau tersadar tentang betapa besar fitnah yang dihadapi oleh suamimu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak aku tinggalkan sesudahku sebuah fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki daripada fitnah wanita.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits yang lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ الْمَرْأَةَ تُقْبِلُ فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ وَتُدْبِرُ فِى صُورَةِ شَيْطَانٍ فَإِذَا أَبْصَرَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً فَلْيَأْتِ أَهْلَهُ فَإِنَّ ذَلِكَ يَرُدُّ مَا فِى نَفْسِهِ

“Sesungguhnya wanita itu datang dalam bentuk setan, dan berbalik dalam bentuk setan pula apabila salah seorang dari kalian terpesona melihat wanita maka datangilah istrinya. Sesungguhnya hal itu akan menolak gejolak yang ada dijiwanya.” (HR. Muslim)

Lalu bagaimana jadinya jika ketika sang suami ingin menyalurkan kebutuhan biologisnya, disamping itu untuk menjaga dirinya dari fitnah ternyata ketika dirinya mengajak istrinya lalu istrinya menolaknya, jelas hal ini akan menimbulkan fitnah untuk suaminya, dan kerusakkan untuk rumah tangganya. Namun karena jauhnya sebagian dari istri kaum muslimin dari masalah ini sehingga menjadi sebab mereka terjatuh kepada dosa penolakkan ajakan suami ketika diajak untuk memenuhi kebutuhan biologisnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَلَمْ تَأْتِهِ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ

“Apabila seorang laki-laki mengajak istrinya ke ranjangnya, lalu istri tidak mendatanginya, hingga dia (suaminya –ed) bermalam dalam keadaan marah kepadanya, maka malaikat melaknatnya hingga pagi tiba.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Seharusnya yang dialkukan istri adalah memenuhi ajakan suaminya ketika dirinya diajak berhubungan suami istri.

إِذَا دَعَا الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ لِحَاجَتِهِ فَلْتَأْتِهِ ، وَإِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّورِ

“Jika seorang laki-laki mengajak istrinya untuk menyalurkan hajatnya (kebutuhan biologisnya -ed), maka hendaklah ia mendatangi suaminya, meskipun dia sedang berada di tungku perapian.” (HR. Ibnu Syaibah, at-Tirmidzi, ath-Thabarani dan berkata at-Tirmidzi Hadits Hasan Gharib, dan dishahihkan Ibnu Hibban no 4165)

Berkata al-Imam Syaukani rahimahullah, tentang hadits diatas: “Kalau dalam keadaan seperti itu saja tidak boleh seorang istri menyelisihi suami, tidak boleh tidak memenuhi ajakan suami sedangkan dia dalam keadaan seperti itu, maka bagaimana dibolehkan untuk menyelisihi suami selain dari kondisi itu.” (Silahkan Lihat Nailul Authaar:269/231)

Ingatlah wahai istri tentang hak suami kalian yang begitu besar, dimana Rasulullah shallallahu ‘laihi wasallam bersabda: “Kalau sendainya aku boleh menyuruh seorang untuk bersujud kepada orang lain, maka niscaya aku perintahkan seorang istri untuk bersujud kepada suaminya” (HR. Abu Dawud, al-Hakim dan at-Tirmidzi menshahihkannya)

Namun dalam agama kita tidak boleh seseorang sujud kepada orang lain. Hadits diatas menunjukkan betapa besar kedudukan seorang suami disisi istrinya.

Wahai para istri perhatikanlah masalah ini jika kalian menginginkan kebaikkan untuk suami yang kalian cintai, kebaikkan untuk diri kalian dan rumah tangga kalian. Jangan sampai kalian menyesal setelah terjadi sesuatu yang tidak baik terhadap suami kalian, atau diri kalian atau rumah tangga kalian.

ditulis oleh: Abdullah al-Jakarty

____________________

HARTA GONO GINI DALAM ISLAM

Harta gono-gini adalah harta milik bersama dari suami dan istri yang mereka peroleh selama perkawinan. Demikianlah pengertian harta gono-gini yang sesuai dengan pasal 35 UU Perkawinan di Indonesia.

Hal ini karena harta dalam sebuah keluarga mempunyai tiga kemungkinan :

1. Harta milik suami saja.

Yaitu harta yang dimiliki oleh suami tanpa ada sedikit pun kepemilikan istri pada harta itu. Misalnya harta suami sebelum menikah, atau harta yang diperoleh dari hasil kerja suami dan tidak diberikan sebagai nafkah kepada istrinya, atau harta yang dihibahkan orang lain kepada suami secara khusus, atau harta yang diwariskan kepada suami, dan sebagainya.

2. Harta milik istri saja.

Yaitu harta yang dimiliki oleh istri saja tanpa ada sedikit pun kepemilikan suami pada harta itu. Misalnya harta milik istri sebelum menikah, atau harta hasil kerja yang diperoleh dari istri tanpa harus mengganggu kewajibannya sebagai istri, atau harta yang dihibahkan orang lain khusus untuknya, atau harta yang diwariskan kepada istri, dan lain-lain.

3. Harta milik bersama.

Misalnya harta yang dihibahkan seseorang kepada suami istri, atau harta benda semisal rumah, tanah, atau lainnya yang dibeli dari uang mereka berdua, atau harta yang mereka peroleh setelah menikah dan suami serta istri sama-sama kerja yang menghasilkan pendapatan dan sebagainya.

Yang ketiga inilah yang kemudian di istilahkan dengan harta gono-gini. Namun harta yang diperoleh sebuah keluarga tidak mesti secara langsung otomatis menjadi harta gono-gini.

Perinciannya sebagai berikut :
Secara umum, suamilah yang bekerja dan bertanggung jawab atas nafkah dan ekonomi keluarga. Ini banyak disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya. (di antaranya dalam QS. Ath Thalaq:7).

– Dari Aisyah, sesungguhnya Hindun binti Utbah berkata : “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang yang sangat pelit. Dia tidak memberi harta yang cukup untukku dan anakku, kecuali apa yang saya ambil sendiri tanpa sepengetahuannya.” Maka Rasulullah bersabda, “Ambillah yang cukup bagimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari no.5364 dan Muslim no.1714).

– Dari Hakim bin Mu’awiyah dari bapaknya berkata, Saya bertanya, “Ya Rasulullah apakah hak istri kami ?” Beliau bersabda : “Engkau memberinya makan jika kamu makan, engkau memberinya pakaian jika kamu berpakaian.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan lainnya. Al-Irwa’: 2033)

Adapun istri, maka aktivitasnya ada dua kemungkinan :

1. Sama sekali tidak mempunyai aktivitas yang bernilai ekonomis. Jika demikian, maka harta dalam keluarga tersebut adalah harta suami, dan tidak ada harta gono-gini. Karena memang tidak ada andil istri dalam harta tersebut.

2. Jika istri memiliki aktivitas yang bernilai ekonomis. Seperti dia bekerja sendiri, atau membantu suami dalam pekerja’anya, atau menjadi partner kerja bagi suami, atau yang semisalnya, maka dalam kondisi inilah harta dalam sebuah keluarga tersebut ada yang disebut harta gono-gini.

Namun satu masalah harus dipahami, bahwa harta suami tidak utuh, tapi berkurang dengan beberapa kewajibannya sebagai suami. Seperti memberi mahar istrinya, menunaikan kewajiban nafkah pada istri dan anaknya, yang meliputi sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan anak-anak dan lainnya.

Sedangkan harta istri tetap utuh, karena tidak ada kewajiban baginya untuk memberikan nafkah kepada suami dan anak-anaknya. Kecuali apabila dengan keridhaan dirinya, dia memberikan untuk suami dan anak-anaknya. Dan itu menjadi sedekah baginya.

* Hukum Syar’i Tentang Harta Gono-Gini

Jika telah diapahami permasalahan di atas, maka bagaimanakah status harta gono-gini ini, jika terjadi pisah antara suami istri, baik pisah karena wafat atau karena cerai ?

Syariat tidak membagi harta gono-gini ini dengan bagian masing-masing secara pasti, misalnya istri 50% dan suami 50%. Sebab, tidak ada nash yang mewajibkan demikian. baik dari Alquran maupun sunah.

Namun pembagiannya bisa ditinjau dari beberapa kemungkinan :

1. Jika diketahui secara pasti perhitungan harta suami dan istri Yaitu hasil kerja suami di ketahui secara pasti dikurangi nafkah untuk keluarganya, demikian juga hasil kerja istri diketahui dengan pasti. Maka perhitungan harta gono- gininya sangat jelas, yaitu sesuai denga perhitungan tersebut.

2. Jika tidak diketahui perhitungan harta suami istri, karena suami istri sama-sama kerja atau saling bekerja sama dalam membangun ekonomi keluarga. Dan kebutuhan keluarga pun ditanggung berdua dari hasil kerja mereka. sehingga sisanya berapa bagian dari harta suami dan berapa bagian dari harta istri tidak jelas.

Dan inilah gambaran kebanyakan keluarga di negeri Indonesia. Dalam kondisi demikian, harta gono-gini tersebut tidak mungkin dibagi kecuali dengan jalan sulh, ‘urf atau qadha (putusan).

Sulh adalah kesepakatan antara suami istri berdasarkan musyawarah atas dasar saling ridha.

Dalil pensyariatan perdamaian suami istri antara lain :

Dari Katsir bin Abdillah bin Amr bin Auf al-Muzani, dari bapaknya dari kakeknya, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Berdamai itu boleh dilakukan antara kaum muslimin, kecuali sebuah perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan kaum muslimin itu tergantung pada syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR. Tirmidzi no.1370, Ahmad 2:366, dan Abu Dawud no. 3594).

Sa’at menerangkan hadits di atas, ash-Shan’ani berkata : “Para ulama telah membagi ash-shulh (perdamaian) menjadi beberapa macam, perdamaian antara muslim dan kafir, perdamaian antara suami dan istri, perdamaian antara kelompok yang bughat (zalim) dan kelompok yang adil, perdamaian antara dua orang yang mengadukan permasalahan kepada hakim, perdamaian dalam masalah tindak pelukaan seperti pemberian maaf untuk sanksi harta yang mestinya diberikan, dan perdamaian untuk memberikan sejumlah harta milik bersama dan hak-hak.

Pembagian inilah yang dimaksud di sini, yakni pembagian yang disebut oleh para ahli fiqih dengan ash-shulh (perdamaian). Dengan demikian berdasarkan dalil hadis Amr bin Auf al-Muzani di atas, jika suami istri berpisah dan hendak membagi harta gono-gini di antara mereka, dapat ditempuh jalan perdamaian (ash-shulh).

Sebab, salah satu jenis perdamaian adalah perdamaian antara suami istri, atau perdamaian tatkala ada persengketa’an mengenai harta bersama. Dengan jalan perdamaian ini, pembagian harta gono-gini bergantung pada musyawarah antara suami istri. Bisa jadi suami mendapat 50% dan istri 50% atau suami mendapat 30% dan istri 70%, pun suami bisa mendapat 70% dan istri 30%, dan boleh pula pembagian dengan nisbah (prosentase) yang lain. Semuanya dibenarkan syara’, selama merupakan hasil dari perdamaian yang telah ditempuh berdasarkan kerelaan masing- masing.

Memang, dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang diterapkan dalam Peradilan Agama, harta gono-gini antar suami istri tidaklah dibagi kecuali masing- masing mendapat 50%.

Dalam pasal 97 KHI disebutkan :
“Janda atau duda cerai hidup, masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”.

Namun ketentuan dalam KHI ini bukanlah suatu putusan hukum yang paten, jika suami istri sepakat membagi harta dengan prosentase tertentu, maka kesepakatan dan keridhaan mereka didahulukan.

‘Urf, merupakan adat kebiasaan yang berlaku di sebuah masyarakat, sehingga itu menjadi hukum di masyarakat tersebut. Para ulama sepakat ‘urf bisa dijadikan salah satu acuan hukum.

Dalam salah satu kaidah fikih disebutkan, “Sebuah adat kebiasaan itu bisa dijadikan sandaran hukum.”

Dengan syarat :

1. ‘Urf itu berlaku umum.
2. Tidak bertentangan dengan nash syar’i.
3. ‘Urf itu sudah berlaku sejak lama, bukan sebuah kebiasaan yang baru saja terjadi.
4. Tidak berbenturan dengan tashrih.

Jadi, jika dalam masalah harta gono-gini tidak ada kesepakatan antara suami istri, maka dilihat apakah dalam masyarakat tersebut ada ‘urf yang berlaku tentang permasalahan harta gono-gini atau tidak. Jika ada, itulah yang diberlakukan.
Wallahu a‘lam.

Qadha, jika tidak ada sulh dan ‘urf, barulah masuk dalam sistem terakhir, yaitu qadha.

Qadha sendiri adalah keputusan yang ditetapkan oleh hakim setempat tentang masalah yang disampaikan kepadanya. Dalam kondisi ini seorang hakim harus melihat kepada kondisi suami istri tersebut, untuk bisa menentukan pembagian harta gono-gini secara baik. Dan dalam kondisi ini boleh bagi hakim untuk menggunakan hukum perdata yang berlaku di peradilan, selagi tidak bertentangan dengan hukum syariat Islam.

Wallahu a’lam.

Oleh Ustadz Ahmad Sabiq, Lc. Ditulis ulang dari Majalah Al Furqon Vol. 55.

http://www.konsultasisyariah.com/teka-teki-harta-gono-gini/

__________________________

ALASAN SYAR’I YANG MEMBOLEHKAN ISTRI MINTA CERAI

Diantara alasan-alasan syar’i yang membolehkan seorang istri menggugat cerai adalah :

1. Suami murtad (keluar dari agama Islam).

2. Suami berbuat kekufuran atau kemusyrikan kpd Allah dengan berbagai macam dan bentuknya. Dan telah ditegakkan hujjah atau disampaikan nasehat kepadanya agar bertaubat darinya tapi tidak mendengar menerima.

3. Suami melarang menghalangi istri utk melaksanakan kewajiban-kewajiban agama, spt kewajiban sholat 5 waktu, kewajiban zakat, memakai hijab syar’I yg menutupi auratnya, menuntut ilmu syar’I yg hukumnya fardhu ‘ain, dsb.

4. Suami menyuruh dan memaksa istri berbuat dosa dan maksiat kpd Allah.

5. Suami Berakidah bermanhaj sesat menyesatkan dari agama Allah yg lurus / haq. Seperti ia menganut paham Syi’ah, Ahmadiyah, ingkar sunnah, dsb.

6. Suami bersikap kasar dan keras, serta tidak sayang kpd istri, dan akhlaknya buruk.

7. Suami menolak atau berpaling dari agama Islam, tidak mau mempelajarinya, dan tidak ta’at atau tunduk terhadap aturan-aturannya.

8. Suami tidak mampu memberikan nafkah wajib bagi istri, baik nafkah lahir maupun “bathin”. Atau suami tidak fertil, sehingga tdk bisa memberikan keturunan.

9. Istri merasa benci dan sudah tidak nyaman hidup bersama suaminya, bukan karena agama dan akhlak suami yg baik, tapi karena khawatir tidak bisa memenuhi hak-haknya.

10. Dan alasan-alasan lainnya yang syar’i.

Dengan adanya salah satu alasan dari alasan-alasan ini, maka sang istri boleh minta cerai (khulu’) dari suaminya.

Tentunya hal ini dilakukan setelah memberikan nasehat kepadanya secara langsung maupun dengan minta bantuan orang lain yang dianggap mampu menasehatinya dan menyingkap kerancuan dan kesesatannya.

Dan juga setelah mempertimbangkan antara sisi maslahat (kebaikan) dan mafsadat (kerusakan). Adapun minta cerai tanpa alasan syar’i maka hukumnya haram dan trmasuk dosa besar.

Hal ini berdasarkan hadits shohih berikut ini : “Dari Tsauban radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Wanita mana saja yg minta cerai (khulu’) dari suaminya tanpa alasan yg benar (syar’i), maka di haramkan baginya mencium bau harum Surga.”. (Ibnu Majah no.2055).

ALASAN-ALASAN SYAR’I YANG MEMBOLEHKAN SEORANG ISTRI MINTA CERAI DARI SUAMINYA

—————-

HARAM ISTRI GUGAT CERAI

Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan hal ini, diantaranya, Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga” (HR Abu Dawud no 2226, At-Turmudzi 1187 dan dihahihkan al-Albani).

Hadits ini menunjukkan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang diizinkan oleh syariat.

Dalam Aunul Ma’bud, Syarh sunan Abu Daud dijelaskan makna ‘tanpa kondisi mendesak’, “Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…” (Aunul Ma’bud,6:220)

Dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Para wanita yang berusaha melepaskan dirinya dari suaminya, yang suka khulu’ (gugat cerai) dari suaminya, mereka itulah para wanita munafiq.” (HR.Nasa’i: 3461).

Al-Munawi menjelaskan hadits di atas, “Yaitu para wanita yang mengeluarkan biaya untuk berpisah dari suaminya tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’

Beliau juga menjelaskan makna munafiq dalam hadis ini, ‘Munafiq amali (munafiq kecil). Maksudnya adalah sebagai larangan keras dan ancaman. Karena itu, sangat dibenci bagi wanita meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan secara syariat.’ (At-Taisiir bi Syarh al- Jaami’ as-Shogiir, 1:607).

• PERKARA YANG MEMBOLEHKAN ISTRI MEMINTA CERAI

Hadits-hadits di atas tidaklah memaksa wanita untuk tetap bertahan dengan suaminya sekalipun dalam keada’an tertindas. Karena yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah melakukan gugat cerai tanpa alasan yang dibenarkan. Artinya, jika itu dilakukan karena alasan yang benar, syariat tidak melarangnya, bahkan dalam kondisi tertentu, seorang wanita wajib berpisah dari suaminya.

* Apa saja yang membolehkan para istri untuk melakukan gugat cerai ?

Imam Ibnu Qudamah telah menyebutkan kaidah dalam hal ini. Beliau mengatakan ;
“Kesimpulan masalah ini, bahwa seorang wanita, jika membenci suaminya karena akhlaknya atau karena fisiknya atau karena agamanya, atau karena usianya yang sudah tua, atau karena dia lemah, atau alasan yang semisalnya, sementara dia khawatir tidak bisa menunaikan hak Allah dalam mentaati sang suami, maka boleh baginya untuk meminta khulu’ (gugat cerai) kepada suaminya dengan memberikan biaya/ganti untuk melepaskan dirinya.” (al-Mughni,7:323).

Berikut beberapa kasus yang membolehkan sang istri melakukan gugat cerai,

1. Jika sang suami sangat nampak membenci sang istri, akan tetapi sang suami sengaja tidak ingin menceraikan sang istri agar sang istri menjadi seperti wanita yang tergantung.

2. Akhlak suami yang buruk terhadap sang istri, seperti suka menghinanya atau suka memukulnya.

3. Agama sang suami yang buruk, seperti sang suami yang terlalu sering melakukan dosa-dosa, seperti minum khomr, berjudi, berzina, atau sering meninggalkan sholat, suka mendengar musik, dll.

4. Jika sang suami tidak menunaikan hak utama sang istri, seperti tidak memberikan nafkah kepadanya, atau tidak membelikan pakaian untuknya, dan kebutuhan-kebutuhan primer yang lainnya, padahal sang suami mampu.

5. Jika sang suami ternyata tidak bisa menggauli istrinya dengan baik, misalnya jika sang suami cacat, atau tidak bisa melakukan hubungan biologis, atau tidak adil dalam mabit (jatah menginap), atau tidak mau atau jarang memenuhi kebutuhan biologisnya karena condong kepada istri yang lain.

6. Jika sang wanita sama sekali tidak membenci sang suami, hanya saja sang wanita khawatir tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai istri sehingga tidak bisa menunaikan hak-hak suaminya dengan baik. Maka boleh baginya meminta agar suaminya meridoinya untuk khulu’, karena ia khawatir terjerumus dalam dosa karena tidak bisa menunaikan hak-hak suami.

7. Jika sang istri membenci suaminya bukan karena akhlak yang buruk, dan juga bukan karena agama suami yang buruk. Akan tetapi sang istri tidak bisa mencintai sang suami karena kekurangan pada jasadnya, seperti cacat, atau buruknya suami. (Silahkan lihat Roudhotut Toolibiin 7:374, dan juga fatwa Syaikh Ibn Jibrin rahimahullah di http://islamqa.info/ar/ref/1859)

Allahu a’lam

(www.KonsultasiSyariah.com)

——————————

GODA’AN TERBERAT ADALAH WANITA

Di antara bentuk goda’an berupa harta, tahta dan wanita (HARTAWAN), maka goda’an wanitalah yang paling dahsyat dalam melunturkan pertapa’an seorang ksatria (laki laki). Betapa banyak pembesar yang jatuh tersungkur karena wanita, berapa banyak keluarga yang runtuh porak poranda sebab wanita.

Wanita yang dimaksudkan tentu saja bukan semua wanita, melainkan wanita yang jauh dari agama, wanita yang memiliki akhlak tercela, Terhadap wanita yang seperti inilah, kaum laki laki harus hati-hati dan extra waspada. http://www.ingatbangnapi.com.

Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan umatnya : “Sepeninggalku, tidak ada coba’an yang lebih berbahaya bagi pria daripada goda’an wanita.” (HR Bukhari).

Sejumlah ulama mengatakan bahwasanya wanita lebih berbahaya daripada tipu daya setan.

Tentang tipu daya setan Allah ta’ala berrfirman : “Karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah”. (QS. an-Nisaa’: 76).

Sedangkan mengenai goda’an wanita , Allah Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya tipu daya mereka itu sangat besar”. (QS. Yusuf ayat: 28).

Dari kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa bahaya wanita (yng tercela) lebih bahaya daripada tipu daya setan. Sudah menjadi sunnatullah jika wanita menempati posisi pertama dihati laki-laki.

Dalam Surat Ali-Imran ayat 14 Allah menyebut para wanita pada posisi pertama dalam kecenderungan hati laki laki, lebih dulu dibandingkan anak dan harta. wanita memang menjadi goda’an terberat bagi laki-laki. Banyak pria yang mampu menahan diri dari goda’an harta dan jabatan, tapi tidak mampu menahan diri dari goda’an wanita.

Semua laki-laki punya rasa ketertarikan kepada wanita, rasa itu tidak memandang orang kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, bahkan ulama ataupun orang awam, semuanya punya ketertarikan kepada wanita, wanita menjadi goda’an terberat bagi pria. Walaupun kita melihat orang yang tampak alim, secara kasat mata, namun tidak ada jaminan hatinya bebas dari goda’an wanita, Hanya atas pertolongan Allah Ta’ala, seorang pria akan mampu terbebas dari bahayanya goda’an wanita.

Wanita begitu menggoda dan menarik bagi laki-laki, bahkan Nabi Adam yang berada di surga yang penuh dengan kenikmatan dan kesenangan, baru merasa lengkap kenikmatannya ketika diciptakannya siti hawa, Bagi para pria supaya tidak tergoda oleh wanita (yng tercela) yang tidak halal baginya, maka ada beberapa hal yng harus di lakukan, diantaranya :

– Menundukan pandangan
– Tidak berkhalwat / berdua’an
– Selalu mengingat Allah Ta’ala / berdzikir.

Wassalam

__________________

SUNAH RASUL DI MALAM JUM’AT ?

Sudah menjadi kebiasa’an apabila kamis malam atau malam Jumat, ada istilah
“Sunnah Rasul”. Istilah “Sunnah Rasul” di malam Jum’at yang di maksud adalah hubungan suami istri.

Bagi mereka yang mengucapkan istilah itu, bisa jadi ingin menghaluskan suatu istilah yang dianggap vulgar. Tapi akibatnya fatal, karena telah menyempitkan arti SUNNAH yang sebetulnya bukan hanya aktifitas seks belaka.

Dari mana asalnya muncul istilah “Sunnah Rasul” yang di identikkan dengan aktivitas ML ?. Ada hadits yang mereka gunakan sebagai dalil untuk melakukan hubungan intim di malam jum’at.

Berikut ini hadistnya, Dari Aus bin Abi Aus radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barang siapa yang mandi pada hari Jumat dan memandikan, dia berangkat pagi-pagi dan mendapatkan awal khotbah, dia berjalan dan tidak berkendara’an, dia mendekat ke imam, diam, serta berkonsentrasi mendengarkan khotbah maka setiap langkah kakinya dinilai sebagaimana pahala amalnya setahun.” (H.R. Ahmad, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Sebagian ulama mengatakan : “Kami belum pernah mendengar satu hadis sahih dalam syariat yang memuat pahala yang sangat banyak selain hadis ini.” Karena itu, sangat dianjurkan untuk melakukan semua amalan di atas, untuk mendapatkan pahala yang di harapkan.” (Al-Mirqah, 5:68).

Di sebutkan dalam Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, bahwa ada sebagian ulama yang mengartikan kata
“memandikan” dengan ‘menggauli istri’. Karena ketika seorang suami melakukan hubungan intim dengan istri, berarti, dia memandikan istrinya. Dengan melakukan hal ini sebelum berangkat shalat Jumat, seorang suami akan lebih bisa menekan syahwatnya dan menahan pandangannya ketika menuju masjid. (Aunul Ma’bud,2:8)

Jika kita menganggap pendapat ini adalah pendapat yang kuat, maka anjuran melakukan hubungan intim di hari Jumat seharusnya dilakukan sebelum berangkat shalat Jumat di siang hari, bukan di malam Jumat, karena batas awal waktu mandi untuk shalat Jumat adalah setelah terbit fajar hari Jumat.

Di samping hadist tadi, juga ada hadist PALSU yang cukup populer. Berikut hadistnya,

“Barangsiapa melakukan hubungan suami istri di malam Jumat (kamis malam) maka pahalanya sama dengan membunuh 100 Yahudi”. Dalam hadits yang lain ada di sebutkan sama dengan membunuh 1000, ada juga yang menyebut 7000 Yahudi.

Menurut Prof.DR.KH. Ali Mustafa Yaqub, MA hafizhahullah. hadits di atas tidak akan ditemukan dalam kitab manapun, baik kumpulan hadits dhaif apalagi shahih. Hadist tersebut tidak mempunyai sanad atau bersambung kepada sahabat, apalagi kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kesimpulannya bahwa, hadits
“Sunnah Rasul” di atas, adalah sama sekali bukan hadits, tetapi hadits PALSU yang telah di karang oleh orang yang tidak jelas, dan tidak bertanggung jawab yang mengatas namakan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak ada satupun hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang menganjurkan, berhubungan suami istri pada malam-malam tertentu, termasuk malam Jum’at.

* Ancaman berdusta atas nama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam.

Berdusta atau menyebarkan kedusta’an atas nama Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam adalah haram dan sebesar besar dosa besar dan seburuk-buruk perbuatan. Yang ancaman dan adzabnya sangat berat dan mengerikan.

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ”Man kadzaba ‘alaiya muta’ammidan palyatabawwa maq’adahu minannaar”.

Artinya : ”Barang siapa yang berdusta atasku (namaku) dengan sengaja, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya (tempat tinggalnya) di neraka”. (Shahih Bukhari (1/36).

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : ”Barangsiapa yng membuat-buat perkata’an atas (nama) ku yang (sama sekali) tidak pernah aku ucapkan, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka”. (Ibnu Majah, 34).

Hadist palsu menyebabkan terjadinya banyak kerusakan pada Agama dan dunia. seperti timbulnya ajaran syirik, khurafat, bid’ah, dsb.

* Diantara golongan pemalsu hadist :

1. Kaum Zindiq

Mereka yang berpura-pura Islam tetapi sesungguhnya mereka adalah kafir dan munafiq. Mereka sangat hasad dan benci terhadap Islam dan bertujuan merusak Agama ini dari dalamnya

2. Kaum pengikut hawa nafsu.

Mereka mengajak manusia mengikutinya ke dalam : Ta’ashub, madzhabiyah, firqahnya, qabilahnya, imamnya dll.

3. Kaum yang bertujuan baik menurut persangka’an mereka. Mereka buat hadits-hadits palsu tentang nasehat-nasehat dan lain-lain.

4. Al Qashshaas (Tukang cerita)

Mereka memalsukan hadits dan memasukkannya kedalam cerita-cerita yang mereka buat.

5. Kaum penjilat penguasa yang mengharapkan kedudukan.

Wallahu a’lam

Dari berbagai sumber

————————

MESRA KEPADA ISTRI

Berikut beberapa bentuk kemesra’an yang pernah Nabi berikan kepada istri- istri beliau.

Apa yang telah beliau praktekan terkait hal ini hendaknya kita teladani. Karena dalam peneladanan terhadap ajaran Nabi terhadap kebaikan dan pahala yang besar.

1) Nabi seringkali meletakkan mulutnya pada tempat bekas mulut istrinya

2) Tetap mendekati dan bermesraan dengan istri pada masa haid

3) Bersandar pada dada istri dan tidur diatas pahanya

4) Memeluk istri ketika tidur

5) Menemani istri ketika makan

6) Menemani istri ketika bepergian

7) Menyuapi istri dengan tangan

8) Mencium istri sebelum/ disela-sela ibadah dan disaat berpisah/berjumpa

9) Mencium istri sebelum pergi

10) Membukakan pintu untuk istri

11) Mengajak istri berjalan- jalan di malam hari

12) Memanjakan istri dengan mengikuti kemauannya yang sanggup dipenuhi dan tidak melanggar syariat

13) Memanggil istri dengan panggilan mesra yang ia sukai

14) Berterus terang mengatakan cinta pada istri

15) Mandi bersama Istri

16) Meletakkan pipi diatas pipi istri ketika bermesraan

17) Mengajak istri berolahraga (ditempat yang sepi)

18) Berusaha memahami perasaan istri

19) Berlemah lembut ketika istri sakit

20) Menghisap lidah istri ketika menciumnya

21) Memberi kesenangan dalam hati Istri. Bentuknya bisa berupa memberi hadiah dll

22) Mencandai istri dengan candaan yang tidak mengandung dusta

23) Ceria dan murah senyum ketika berkomunikasi dengan istri.

—————————

WANITA YANG SEBAIKNYA ENGKAU CARI

Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri- isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Ruum : 21)

Bekata Ibnu Katsir rahimahullah dlm tafsirnya (3/473) : “Termasuk kesempurnaan rahmat Allah Subhaanahu wa Ta’ala kepada anak Adam: Dia jadikan istri-istri mereka dari jenis mereka sendiri. Dan ditumbuhkan antara mereka
“mawaddah” yaitu cinta dan “rahmah” yaitu kasih sayang. Karena seorang laki-laki menahan seorang wanita untuk tetap menjadi istrinya bisa karena ia mencintai wanita tersebut atau karena ia iba dan kasihan terhadapnya, dimana ia telah mendapatkan anak dari wanita tersebut atau wanita itu butuh padanya untuk mendapatkan belanja atau karena kedekatan di antara keduanya dan alasan selain itu.” ” Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

Abdullah bin Amr ibnul Ash rahimahullah mengkhabarkan bahwasanya Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

Abu Hurairah Radiyallahu ‘anhu mengkhabarkan dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : “Wanita itu dinikahi karena 4 perkara. Karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Pilihlah wanita yang memiliki agama, engkau akan bahagia.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Sifat-sifat wanita yang sepantasnya engkau pilih sebagai istri sehingga ia bisa menjadi pengurus rumahmu dan pendidik anak-anakmu adalah wanita yang memiliki agama dan akhlak yang dapat membantumu untuk taat kepada Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

Yang mengingatkanmu ketika engkau lupa, menolongmu ketika engkau ingat mengurus dan memperhatikanmu, menjaga harta dan kehormatanmu ketika engkau tidak ada.

Dia membuatmu ridha ketika engkau marah, menta’atimu ketika engkau perintah dan berbuat baik serta berbakti kepadamu.

Sesungguhnya wanita mulia yang menjaga kehormatannya tidak akan menyombongkan dirinya di hadapanmu dengan harta dan kecantikan yang ada padanya. Tidak pula dengan kedudukan dan nasab (keturunannya).

Akan tetapi sangat disayangkan dari kenyataan yang kita lihat di sekitar kita sebagian saudara kita dari justru mengutamakan wanita cantik, atau yang memiliki martabat atau berharta dan meninggalkan wanita penuntut ilmu yang memiliki keutamaan.

Innalillaahi wa inna ilaihi

Penulis : Ummu Salamah As Salafiyah,

——————————

MENIKAH DENGAN MEMALSUKAN DATA

Pertanya’an :

Kakak saya perempuan menikah dengan seseorang laki-laki yang sudah beristri. Karena pernikahannya secara sembunyi-sembunyi takut ketahuan istrinya, maka kakak ipar saya (sekarang menjadi kakak ipar) memalsukan semua datanya.. dari statusnya, menjadi perjaka dan alamat rumah serta membawa saksi-saksi yang palsu juga. Sedangkan keluarga kami (Ibu dan kakak-kakak saya yang lain tidak menyetujui hubungan kakak saya ini).

Perkawinan mereka sudah berjalan 10 tahun dan selama itu selalu timbul masalah dengan rumah tangga mereka, dari masalah keuangan sampai anak dari pihak kakak ipar saya (kebetulan dari perkawinan yang ini mereka tidak mempunyai anak).

Beberapa bulan yang lalu kakak ipar saya berniat menceraikan istri pertamanya tapi ternyata pihak istri pertama tidak mau sehingga banding sampai ke kasasi…

Yang menjadi pertanyaan saya… sahkah menurut hukum Islam dan negara pernikahan yang dilakukan oleh kakak perempuan saya ini.. karena lama-lama kakak perempuan saya menjadi gamang dan ragu-ragu tentang keabsahan pernikahannya…Dan jalan apa yang harus mereka tempuh untuk meluruskan semua ini… apakah kakak perempuan saya harus bercerai dulu, kemudian kalau urusan perceraian suaminya dengan istri pertamanya selesai dia bisa menikah lagi atau bagaimana…?

Terus terang perkawinan kakak perempuan saya selama ini penuh dengan kendala dan tidak berkah… apakah ini dikarenakan cara menikah yang salah juga…?. Mohon jawabannya… terima kasih..

Jawaban :

Dijawab oleh Al Ustadz Qomar ZA, Lc.

Mengenai perkawinan kakak perempuan saudari dengan laki-laki tersebut, sudahkah telah terpenuhi syarat-syarat pernikahan tersebut secara agama atau belum, yaitu persyaratan adanya wali yang menikahkan, saksi dan maharnya. Wali yang dimaksud adalah ayah perempuan tersebut, bila telah meninggal maka kakeknya atau saudara laki-laki perempuan tersebut misalnya. Dan saksi yang dimaksud adalah minimalnya 2 laki-laki, yang baik dan jujur, bisa dipertanggung jawabkan persaksiannya.

Bila ini terpenuhi dengan ijab dan qobulnya maka sah. Tidak dipersyaratkan harus cerai dulu dengan istri pertamanya. Tetapi kalau syarat-syarat di atas tidak terpenuhi maka tidak sah. Akan tetapi suami tersebut tetap berdosa dalam hal pemalsuan data-datanya.

Adapun kalau dari sisi pandang hukum negara saya kurang tahu.

Adapun kemelut dalam keluarga, bila mana perkawinannya sah, maka penyebabnya bukan dari sebab perkawinan itu, tapi mungkin saja dari sisi-sisi lain, mungkin ketidak jujurannya, dan pemalsuan datanya, kurangnya tanggung jawab, kurang bisa mengatur keluarga, dan kurang menyayangi mereka, atau mungkin dari pihak istri yang kurang sabar, tidak mau terima dan tidak mau tahu, atau yang lain.

Yang jelas kalau mau memperbaiki keluarga tentunya harus ada perbaikan secara menyeluruh, dan masing masing punya niatan yang baik, dan senantiasa bertaubat kepada Allah serta memohon pertolonganNya.

Sumber : http://tashfiyah.net/2010/12/menikah-dengan-memalsukan-data/

____________________